Jadi Orang Desa Itu Pahit Kawan!

Gambar dari: http://tommysebastian.deviantart.com/art/Orang-Desa-260310511
Desa adalah kata yang sudah tak asing di telinga. Hampir semua orang di Indonesia mengerti arti kata ini meski berasal dari kota. Sayangnya, bayangan tentang desa nyaris selalu tidak mengenakkan: kemiskinan, kekolotan, kekumuhan, dll. Desa selalu dilekatkan dengan situasi orang-orang terbelakang yang tidak mengenal dunia modern dengan baik. Tempat tinggal sekumpulan orang yang mudah dipengaruhi, diarahakan, dan ketinggalan jika dibandingkan dengan orang-orang kota.

Entah bermula dari mana dan siapa cara pandang tentang desa ini terbentuk. Tapi cara pandang tentang desa yang salah ini telah berlangsung cukup lama dan dilestarikan dengan berbagai cara oleh berbagai pihak. Sebut saja sekolah atau perguruan tinggi. Aras pendidikan di Indonesia, diakui atau tidak, lebih berorientasi pada situasi perkotaan. Soal pekerjaan misalnya. Para peserta didik di sekolah dan perguruan tinggi lebih banyak diarahkan untuk bersaing mencari pekerjaan di kota. Dengan iming-iming situasi ekonomi yang menjanjikan, peserta didik dipersiapkan untuk hidup di tengah kota. Desa dinilai sebagai situasi geografis dan ekonomi yang tidak menjanjikan. Secara tidak langsung, perguruan tinggi dan sekolah seakan mengajak masyarakat berbondong-bondong meninggalkan desa. Jangan heran kalau banya lulusan perguruan tinggi yang malu untuk mengerjakan pekerjaan orang desa: menjadi petani, menggembala kambing, mencari pakan ternak, dll. Tapi sekuat apakah kota menampung setiap orang orang yang mendatanginya?

Soal pertanian adalah contoh lainnya. Pendidikan pertanian di perguruan tinggi selalu merasa lebih baik tinimbang petani desa. Dengan kebanggan sebagai orang-orang yang dididik secara ilmiah dalam bidang pertanian, para lulusan fakultas pertanian merasa berhak dan memiliki otoritas mengarahkan cara bertani orang desa. Petani desa yang dulunya memiliki tradisi pertanian tersendiri, akhirnya bergantung pada pengetahuan yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan ini. Petani tradisional yang dulu memiliki cara bertani sendiri, secara bertahap dipaksa untuk tunduk pada cara bertani orang kota. Hasilnya, ketergantungan pada pupuk kimiawi, kerusakan susunan humus tanah, biaya mahal pertanian, dll. Akhirnya, dengan bimbingan orang-orang kota ini para petani desa menjadi orang yang tidak pernah sejahtera dan selalu berketergantungan dengan orang-orang kota.


Desa di hadapan orang kota adalah hiburan. Tempat membuang penat dan uang di kala liburan atau waktu tenggat untuk bekerja. Orang desa adalah orang-orang unik. Orang yang tetap bertahan dengan cara hidup asli di tengah perkembangan dunia modern. Tidak hanya itu, orang-orang desa dinilai sebagai sekumpulan orang yang harus diberi pelajaran tambahan agar`dapat hidup seperti orang kota. padahal, jika harus hitung-menghitung, orang-orang kota jauh lebih membutuhkan orang desa tinimbang orang desa membutuhkan orang-orang kota. Perkara pangan misalnya.

Pendek kata desa adalah situasi yang disalahpahami oleh banyak orang. Situasi yang dibutuhkan sekaligus dipandang sebelah mata. Cara hidup yang lebih arif tapi dianggap tertinggal dan harus memperoleh sentuhan perubahan. Kemandirian yang dijajah oleh kesombongan orang-orang yang merasa lebih pandai dari kota. Kehidupan yang disalahmengerti dan mulai ditinggalkan.

Written by Ibad
Friday, 08 May 2009 16:36

Sumber: https://www.facebook.com/notes/al-paijo/jadi-orang-desa-itu-pahit-kawan/410728484796
Copyright belong to: https://www.facebook.com/alpaijo


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Posisi Bercinta Paling Nikmat

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo