Pagi di Kotaku


Patung Merdeka



Pagi itu, aroma segar daun jati yang baru saja dipetik dari hutan pemerintah. Segar aroma kapang kedelai. Sejuk hembus angin persawahan. Mbok-mbok yang pergi ke pasar untuk menggerakkan roda hidupnya, untuk membakar wangi sedap tungkunya, untuk memberi sesuap nasi pada anaknya dan untuk membantu suami tercinta, sungguh membuatku terpana.

Sedangkan aroma wangi cengkih dari sebatang kretek tukang ojek yang mangkal di bawah patung Merdeka, membuatku merasa lebih dewasa. Pagi itu, sungguh mengingatkanku pada 9 hingga 11 tahun yang lalu, ketika daerah patung Merdeka masih asri, masih ada cericit burung-burung di pohon Tanjung tua yang sudah keropos.

Sekarang, semuanya telah hilang. Tertelan perkembangan kota yang semakin pesat, termakan jaman yang makin tidak bersahabat. Yang masih tersisa hanyalah sedikit aroma segar daun jati, sekelebat bayang mbok-mbok yang pergi ke pasar, dan secuil aroma cengkih dari rokok kretek yang bercampur dengan asap solar.

Kotaku, mungkinkah aku mendapatkan apa yang pernah aku rasakan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Posisi Bercinta Paling Nikmat

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo