Potensi Pengembangan Wisata Alam, Wisata Budaya dan Prospek Pengelolaan Taman Hutan Rakyat di Wilayah Gunung Ungaran

Kawah Margotopo
Potensi pengembangan ekowisata dan pengelolaan hutan abadi rakyat adalah salah satu hal yang patut diperhatikan dalam memajukan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Potensi ini bisa didapati di seluruh wilayah yang memiliki areal yang memenuhi persyaratan ekowisata dan hutan rakyat, salah satunya adalah wilayah pegunungan.

Kabupaten Kendal, adalah salah satu dari beberapa kabupaten di wilayah Jawa Tengah yang memiliki potensi tersebut pada kategori A atau sangat baik, kabupaten ini memiliki wilayah yang beraneka ragam, yakni dataran rendah, dataran sedang [menengah] dan dataran tinggi atau pegunungan dengan potensi masing-masing. Gunung Ungaran adalah salah satu dari beberapa gunung yang ada di wilayah Jawa Tengah, yang salah satu sisinya berada di wilayah Kabupaten Kendal.



Gunung Ungaran memiliki tinggi +2050 Mdpl dengan karakteristik yang berbeda dengan gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah, karakter jalur trekking yang landai memungkinkan untuk dikembangkan menjadi salah satu obyek ekowisata yang bisa menambah pendapatan asli daerah dari sector pariwisata. Selain itu, perkebunan teh yang dikelola PT. Astra Agro Lestari juga sangat mendukung terwujudnya hal tersebut. Selain trekking, wisata lain yang saat ini sedang dikembangkan oleh investor di sisi utara Gunung Ungaran adalah sebuah taman wisata keluarga yang dilengkapi dengan pemancingan, bungalow, dan kolam renang serta pembibitan tanaman hias; selain itu PT. Perhutani Unit I Jawa Tengah juga mengembangkan obyek wisata alam yakni sumber air panas di Kawah Margotopo dan air terjun Curung Benowo, dan juga akan dilengkapi dengan kolam renang air hangat, shelter, dan jalur trekking yang cukup menantang.

Selain jalur trekking yang ada disekitar Kawah Margotopo, pengembangan ekowisata juga bisa dilakukan dengan membangun gardu pandang yang bisa ditempatkan di sekitar terminal penumpang Gonoharjo, atau juga bisa membangun jalur trekking menuju Candi Promasan dan Gua Jepang yang disatukan dengan paket wisata “summit attack” puncak Ungaran dan hal ini bisa juga dijadikan satu paket dengan wisata budaya yang bisa dikembangkan di wilayah ini. Lalu mengapa wisata budaya bisa dikembangkan di wilayah ini? Hal ini menjadi penting mengingat daerah ini pernah menjadi pusat agama Hindu-Jawa pada masa kerajaan Kalingga, yang ditandai dengan adanya komplek Candi Gedongsongo, komplek Candi Promasan, dan komplek Candi Argosomo yang berada di dekat pemandian air panas Gonoharjo.

Hal ini menjadi menarik mengingat ada hubungan antara komplek-komplek candi tersebut, melalui beberapa diskusi yang pernah penulis ikuti dapat ditarik kesimpulan bahwa antara candi Gedongsono [berada di Desa Candi, Kec. Ambarawa, Kab. Semarang] dengan komplek Promasan [berada di Desa Ngesrepbalong, Kec. Limbangan, Kab. Kendal] dan candi Argosomo [berada di Desa Gonoharjo, Kec. Limbangan, Kab. Kendal] ada hubungan yang sangat erat dan bertalian mengenai perkembangan agama Hindu-Jawa di wilayah Ungaran dan sekitarnya. Pada diskusi tersebut muncul kesimpulan bahwa candi Argosomo merupakan tujuan terakhir dari pendidikan para wiku agama Hindu-Jawa yang dimulai dari komplek Gedongsongo. Komplek Promasan dan candi Argosomo merupakan tempat “pembaptisan” dan semadi terakhir sebelum dilantik menjadi wiku agama Hindu yang akan menyebarkan Hindu-Jawa ke seluruh penjuru Jawadwipa kala itu. Jika hal ini dikembangkan dan dikemas dengan serius sebagai sebuah paket wisata bukan tidak mungkin akan menarik minat para wisatawan baik dari dalam negeri maupun mancanegara yang berminat dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Mengingat hal ini adalah suatu refleksi dari perjalanan dan perkembangan budaya Indonesia khususnya Jawa.

Selain ekowisata dan wisata budaya yang dikembangkan di sisi utara Gunung Ungaran, juga prospek pengelolaan taman hutan rakyat di wilayah Gonoharjo, menurut informasi yang didapatkan penulis dari warga sekitar bahwa warga diberikan hak pengelolaan hutan seluas hampir 1 Ha/KK yang ditanami kopi secara tradisional dan ramah lingkungan dengan estimasi populasi tanaman kopi sebanyak 2500-3000 pohon/Ha yang berpotensi menghasilkan 1-2 Kg kopi basah/pohon yang bisa diasumsikan akan menghasilkan 2500-3000 Kg/Ha/musim panen. Hal ini menjadi menarik, mengingat pengelolaan yang tradisional dan ramah lingkungan tersebut bisa menjadi salah satu upaya untuk memakmurkan masyarakat sekitar. Dikatakan ramah lingkungan karena pengelolaan ini tidak memerlukan pestisida jenis apapun organik maupun sintetik, proses proteksi tanaman kopi dari hama hanya mengandalkan tanaman liar yang ada di sekitarnya termasuk pepohonan yang telah berusia ratusan tahun. Ancaman hama yang ada hanyalah populasi babi hutan yang kurang bisa terkontrol dengan baik.

Apabila pengelolaan ini bisa dimanajemen dengan baik oleh warga atau kelompok tani yang ada, bukan tidak mungkin akan menjadikan Gonoharjo sebagai daerah penghasil kopi rakyat yang mendukung potensi daerah Kabupaten Kendal, mengingat besarnya potensi yang ada untuk menjadikan taman hutan rakyat secara tradisional dan ramah lingkungan tanpa usaha konversi lahan menuju perkebunan kopi modern.

Namun untuk menuju semua itu perlu sebuah kerjasama yang erat dan menguntungkan semua pihak, hambatan dan rintangan akan selalu ada jika tidak ada kesepakatan yang baik antara pihak-pihak yang terlibat didalam pengelolaan wista dan taman hutan rakyat. Diharapkan hal ini bisa menjadi suatu pertimbangan dalam usaha memakmurkan masyarakat dan menjaga kekayaan alam serta budaya Indonesia yang adiluhung ini.

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Diagram Bagian-Bagian Daging Sapi Bagian #1

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo