RAMADHAN

Ramadhan, memang benar-benar bulan yang membawa berkah. Walaupun itu hanya untuk sebagian kecil manusia. Dalam menyambut bulan mulia ini, awam kita jumpai kelatahan-kelatahan yang sadar dilakukan atau tidak. Dan sering kita mengidentikkan bulan ini dengan sebagian kecil barang kebutuhan hidup manusia, dan bahkan ada yang mengidentikkannya sebagai bulan penertiban.

Bukan apa-apa, Ramadhan memang bulan penertiban, menertibkan manusia dari segala hawa nafsu duniawi. Namun, sebagian kecil penertiban itu justru terjadi dan menimpa sebagian kecil saudara kita. Apa lagi jika bukan penertiban oleh Satpol PP. Mulai dari penertiban PKL, penertiban bangunan liar, sampai “penertiban” para dhuafa yang seharusnya menjadi perhatian kita semua, rakyat dan pemerintah—termasuk mereka, Satpol PP yang melakukan penertiban itu.


Selain itu, pengidentikan Ramadhan dengan beberapa barang konsumtif juga awam dilakukan oleh kita. Sepertinya, Ramadhan tidak afdhol jika tidak menyediakan sirup, kue, dan beberapa kebutuhan lainnya. Selain itu, beberapa produk juga terkesan dipaksakan sebagai kewajiban dalam beribadah puasa. Buka puasa harus makan produk “A”, saat sahur harus minum produk “X”.

Celakanya lagi, Ramadhan juga dijadikan momentum untuk berpura-pura tobat! Seolah-olah, pertobatan harus dilakukan pada bulan ini, dan bulan sesudah ini—Syawal. Bertobat, memohon maaf dari kawan-kawan, sampai mengirim SMS—yang isinya hanya hasil forward dari SMS orang lain, memposting status atau hal lainnya di media social online. Seolah-olah mereka menganggap kesalahan yang pernah mereka perbuat itu dengan mudah dimaafkan oleh pihak lain. Padahal esensinya, permohonan maaf tanpa disertai tindakan nyata atas perbuatan yang telah membuat pihak lain merasa tidak diuntungkan sama saja seperti angin lalu. Yang menjadi titik berat dari permohonan maaf seharusnya adalah tindakan nyata atas perbuatan yang telah dilakukan—SOLUSI, adalah jawaban dari semua itu. Apa yang menyebabkan, apa yang bisa menjadi jalan keluar, itulah yang harus dibicarakan, bukan hanya MAAF belaka.

Ah, saya pikir tulisan ini kok malah tidak focus kepada Ramadhan itu sendiri. Sudahlah tidak jadi mengapa. Yang penting mari kita sambut Ramadhan ini dengan hati suci, dengan niat mulia untuk mulai meninggalkan hidup yang tidak memberkahi kita kelak, baik di dunia atau di akhirat.

Thanks.

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Posisi Bercinta Paling Nikmat

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo