Unggah-unggahan: Ritual Mlampah Kaum Bonokeling

Ceritera rakyat tentang asal mula adanya unggah – unggahan


Unggah –unggahan adalah sebuah acara penuh nuansa tradisi yang sudah berlangsung ratusan tahun dilaksanakan oleh keturunan Bonokeling dalam rangka memperingati datangnya bulan suci romadhan, yang dilaksanakan pada bulan sadran yang biasanya jatuh pada hari Selasa atau Jumat pada pasaran Kliwon.

Berdasarkan ceritera rakyat Bonokeling adalah salah seorang penyebar agama Islam yang diutus oleh sultan Demak untuk menyiarkan agama Islam di wilayah Kabupaten Banyumas pada abad ke 15. Upaya yang dilakukan oleh Bonokeling dalam menjalankan misi keagamaannya memerlukan perjuangan yang sangat berat, karena masyarakat di wilayah Kabupaten Banyumas saat itu masih memiliki beraneka keyakinan seperti animisme, dinamisme, agama Hindu, Buda dan lain-lain.
 
Namun berkat ketekunan, keikhlasan dan rasa tawakalnya kepada Allah swt, Bonokeling berhasil mensyiarkan agama Islam, di berbagai wilayah yang dia singgahi, seperti di wilayah Pasir (di Kecamatan Karanglewas sekarang) Wilayah Cikakak (di Kecamatan Wangon sekarang), wilayah Kedungwringin (di wilayah Kecamatan Jatilawang sekarang), wilayah Bonjok (di Kecamatan Rawalo sekarang) dll. Di tempat-tempat tersebut Bonokeling tidak pernah tinggal terlalu lama sehingga tidak banyak peninggalan dan jejak yang dapat ditelusuri saat ini. Di Desa Pekuncen (di tempat pelaksanaan acara Unggah-unggahan berlangsung) Kecamatan Jatilawang, menetap hingga akhir hayatnya. Di tempat ini Bonokeling membangun keluarga dan memiliki banyak keturunan. Kepada masyarakat sekitar dan keturunannya, Bonokeling mengajarkan akidah dan syariat Islam. Salah satu ajaran yang disampaikan yakni orang orang Islam diwajibkan berpuasa di Bulan Ramadhan, sehingga bulan Ramadhan adalah bulan suci yang memiliki keistimewaan dan harus dimuliakan. Oleh sebab itu setiap menjelang Bulan Rhomadhan, Bonokeling mengumpulkan seluruh keturunannya untuk mengadakan acara menyambut datangnya romadhaon dengan doa’ dan dzikir kepada Allah swt.

Tata cara menyambut Romadhon yang dilakukan oleh Bonokeling dan keturunanya, semasa hidupnya, ternyata diteruskan oleh anak keturunannya hingga saat ini. Bonokeling sendiri setelah wafat dimakamkan di sekitar tempat tinggalnya. (Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang)

Prosesi acara Unggah-Unggahan


Prosesi acara unggah-unggahan dimulai satu hari sebelum hari H diamana ditandai dengan datangnya para anak keturunan Bonokeling dari daerah Kroya, Adiraja, Daunlumbung, Kalikudi dan Pesugihan (cilacap) yang biasanya datang dengan berjalan kaki dan berpakaian kejawen serba hitam dengan membawa segala macam ube rampe untuk keperluan upacara tersebut. Sesampainya di komplek makam Bonokeling mereka ditampung di balai agung yang memang telah dipersiapkan secara turun temurun sejak zaman Bonokeling hidup, sambil beristirahat mereka mempersiapkan segala ube rampe untuk upacara adat keesokan harinya.

Uba rampe yang dipersiapkan adalah masakan becek (makanan semacam gule daging kambing/ayam) untuk disajikan dalam acara kenduren. Setelah itu diadakan acara ritual pisowanan (ziarah kubur) yang sebelumnya mereka harus bersuci dengan cara membersihkan mulut, jempol kaki, telinga, hidung dan muka, acara ini dipandu oleh juru kunci selaku pemangku adat dengan dibantu para bedogol dan pemanggul (orang kepercayaan). Setelah segala persiapan selesai maka tinggal menunggu hari H pelaksanaan dengan rangkaian acara sebagai berikut :

Hari Pertama


Para tamu yang terdiri dari kaum tani dan anak keturunan Bonokeling mulai berdatangan sekitar pukul 11.00 WIB, termasuk tamu dan anak keturunan Bonokeling yang berasal dari daerah Kroya, Adiraja, Daun Lumbung, Kalikudi, dan Pasugihan, Cilacap yang biasanya datang dengan berjalan kaki dan membawa segala macam uba rampe untuk keperluan kenduren (slametan), serta lengkap dengan pakaian kejawen. Selama perjalanan mereka tidak saling bertegur sapa (tapa bisu). Jumlah keturunan Bonokeling yang berkumpul dalam setiap acara ini lebih dari 6.000 (enam ribu) orang.

Kemudian para tamu dan anak keturunan Bonokeling bermalam di balai yang memang dipersiapkan sejak dahulu secara turun-temurun mulai zaman mbah Bonokeling dan berada di depan rumah juru kunci/pemangku adat, mereka beristirahat sambil mempersiapkan segala sesuatunya untuk keperluan upacara adat tradisional unggah-unggahan.

Hari Kedua


Upacara adat tradisional unggah-unggahan dimulai pukul 09.00 WIB didahului dengan acara pisowanan di mana para tamu, anak keturunan Bonokeling dan peziarah sowan ke makam panembahan Bonokeling dipimpin juru kunci/pemangku adat yang bernama mbah Karyasari didampingi para bedhogol dan pemanggul (para pembantu kepercayaan juru kunci).

Pisowanan dilaksanakan secara berurutan sampai semua tamu, anak keturunan Bonokeling dan peziarah melakukan sowan ke makam panembahan Bonokeling untuk mengirim doa dan memohon berkah (bagi yang meyakini).

Sementara para tamu, anak keturunan Bonokeling dan peziarah melakukan ritual pisowanan, masyarakat dan penduduk sekitar kompleks makam Panembahan Bonokeling melaksanakan bersih kuburan dan perbaikan pagar yang berada di kompleks makam tersebut.

Setelah acara pisowanan selesai, malam harinya selepas maghrib sekitar pukul 18.30 WIB diadakan kenduren secara bersama-sama yang diikuti oleh ratusan bahkan ribuan tamu, anak keturunan Bonokeling dan peziarah, acara ritual kenduren ini dipimpin oleh juru kunci yang didampingi para bedhogol dan pemanggul.
Adapun perlengkapan untuk kenduri antara lain :
  • Tumpeng yang maknanya adalah sebagai ungkapan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
  • Daging kambing/ayam yang maknanya adalah sebagai ungkapan kebersamaan dan kegotongroyongan serta mempereret tali silaturahmi
  • Bunga dan minyak wangi yang maknanya adalah agar apa yang menjadi permohonannya cepat diterima/dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Hari Ketiga


Para tamu anak keturunan Bonokeling dan peziarah yang kebanyakan kaum tani melakukan bersih-bersih sisa-sisa kenduren, yang menurut keyakinan setempat sisa-sisa kenduren tersebut kemudian dibawa pulang dan disimpan sebagai sarana penolak bala dan penolak hama tanaman pertanian.

Diyakini oleh mereka bahwa mbah Bonokeling adalah orang pertama yang memberi pelajaran dan mengajari tata cara bercocok tanam/bertani kepada anak keturunan dan masyarakat sekitarnya, maka tidaklah heran kalau sebagian besar tamu dan peziarah mayoritas adalah kaum tani.

Setelah selesai bersih-bersih para tamu dan peziarah mulai pulang ke rumah dan daerahnya masing-masing.

Yang terlibat dalam acara Unggah-Unggahan


Sesepuh/Juru Kunci makam Bonokeling yang biasa disebut Bedogol Utama, dibantu empat Bedogol wilayah (bedogol wilayah Barat, Timur, Utara dan Selatan) yang diberi kekuasaan mengatur warga keturunan Bonokeling yang berasal dari wilayah Barat, wilayah Timur, wilayah Utara dan wilayah selatan

Para keturunan Bonokeling yang tinggal di Desa Pekuncen Kecamatan Jatilawang , maupun yang tersebar di luar daerah seperti di Adipala, Kroya, Kawunganten Kabupaen Cilacap, maupun yang di Bandung, Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia.

Nilai-nilai yang terkandung dalam acara unggah-unggahan


Semangat kekeluargaan dan persaudaraan : adanya acara unggah-unggahan mampu mengumpulkan keturunan/saudara (khususnya keturunan Bonokeling) yang terpencar di berbagai wilayah untuk bersamasama melaksanakan kegiatan yang penuh nuansa kekeluargaan.

Semangat kebersamaan dan kegotong royongan : Acara unggah-unggahan bisa terlaksana dengan lancar berkat kebersamaan dan kegotong royongan seluruh keturunan Bonokeling maupun masyarakat sekitar, yang didasari rasa tanpa pamrih.

Semangat religius : Acara Unggah-unggahan merupakan wujud syukur kepada Allah swt atas segala karunia yang telah diberikan kepada seluruh kleturunan Bonokeling dan masyarakat sekitar, sehingga mereka akan menjalankan perintah Allah dengan lebih baik, terutama di Bulan Ramadhan yang mereka sambut dengan acara tersebut. (ditulis Oleh Drs. Edy Suswanto, Kasi Tradisi Sejarah dan Purbakala Dinporabudpar Kab. Banyumas)

General Description


Category : Traditional Ceremony
City : Banyumas
Region : Desa Pekuncen
Discoverer :
Specific Description


Time : Bulan Sadran (Selasa atau Jumat Kliwon)
Basic_equipments : Pakaian Kejawen serba hitam
Special_equipments : Mmasakan Becek (seperti gulai ayam/kambing)
Special_purpose : Semangat kekeluargaan dan gotong royong
Participants : Masyarakat, Pemerintah
Special_participants : Juru Kunci, Keturunan Bonekeling


Sumber:


Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Posisi Bercinta Paling Nikmat

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo