Australia: Negara Modern Para Keturunan (mantan) Bromocorah

Benua Australia
Australia, semua orang tahu itu adalah sebutan untuk sebuah benua (pulau raksasa) yang berada di sebelah selatan Pulau Timor. Ketika melihat mayoritas penduduk Australia sekarang kebanyakan memiliki kemiripan wajah dengan orang-orang Eropa. sehingga tidak sedikit yang beranggapan bahwa penemu benua Australia adalah bangsa barat.

Namun yang sering terlupakan  Australia sendiri mempunyai penduduk asli benua itu, Bangsa Aborigin. Ya Aborigin yang sudah menghuni benua itu beribu-ribu tahun sebelum kedatangan bangsa Eropa lewat ekspedisi samudera mereka.

Lalu apa yang menjadi menarik dengan Australia? Selain isu penyadapan yang dilakukan intelijen Australia pasti ada hal yang menarik dari sini. Sejarah benua Australia (modern?) berawal dari interaksi antara penduduk asli (suku Aborigin) dengan nelayan dari Nusantara, baik itu dari Bugis atau dari daerah lainnya. Bahkan menurut beberapa cerita mereka juga beternak kerbau di pesisir utara Australia. Setelah kedatangan bangsa Bugis mulailah berdatangan bangsa Eropa yang diawali dengan penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa Eropa.

Namun ada perbedaan mendasar antara bangsa Eropa dan Nusantara (Bugis dan lainnya) yang datang ke Australia. Semua pasti sudah tahu bahwa antara Bumi Nusantara dan Australia hanya dipisahkan oleh sebuah samudera luas bernama Samudera Hindia. Dahulu, samudera ini menjadi salah satu rute perjalanan favorit para pelaut untuk menjelajahi dunia demi mendapatkan komoditi tertentu. Tak terkecuali para pelaut Nusantara. Banyak pelaut Nusantara yang rela mengarungi samudera ini demi mendapatkan teripang sebagai komoditi ekspor.

Salah satu kawasan yang menjadi penghasil teripang terbesar di dunia pada waktu itu adalah bagian utara australia. Hal inilah yang kemudian mengundang para pelaut Nusantara untuk berlayar ke kawasan tersebut. Belum ditemukan informasi pasti kapan pertama kali orang-orang Makasar tiba di australia, tapi menurut Peter Spillet hubungan Makassar-Australia sudah terjadi sejak Abad ke-11. Dengan demikian, orang eropa datang 700 Tahun lebih lama dibandingkan orang-orang Makassar.

Hal yang menarik lainnya adalah hubungan yang terjalin antara orang-orang Makassar dengan masyarakat yang tinggal di Australia, suku aborigin. Berbeda dengan orang-orang eropa yang membawa senjata demi tegaknya sebuah koloni di Australia, orang-orang Makassar justru menjadi keluarga bagi masyarakat Aborigin. banyak juga para pelaut Makassar yang jatuh hati dengan wanita suku Aborigin dan menikahi mereka. Tercatat ada seorang kepala nahkoda pelaut Makassar bernama Hussein Daeng Rangka yang menikahi seorang putri kepala suku Aborigin. dari pernikahan tersebut, lahir keturunan-keturunan bangsawan di kalangan masyarakat suku Bugis.

"Ada guyonan: perbedaan bangsa Eropa dengan bangsa Madura ketika sampai di benua Australia. Orang Inggris akan menganggap tanah yang ditemukan adalah milik Inggris Raya. Namun orang Madura berkata lain, mereka berkata tanah yang mereka tempati adalah milik Gusti ALLAH."

Hubungan Makassar dengan penduduk asli Australia masih diingat hingga kini, melalui sejarah lisan (lagu-lagu) dan tarian maupun lukisan-lukisan batu. Perubahan warisan budaya Aborigin karena hubungan akrab dengan orang Makassar diakibatkan oleh simbiosis mutualisme. Orang-orang Makassar menukar barang-barang seperti pakaian, tembakau, pisau, nasi, dan alkohol demi hak khusus untuk menangkap ikan di perairan Aborigin. Hubungan ini makin erat, karena mereka juga mempekerjakan penduduk asli. Tak ada kolonialisasi dan dominasi apapun yang dilakukan orang Makassar terhadap Aborigin. Semua hubungan dua budaya terjadi tanpa keterlibatan kekerasan. Tak ada badik yang tercabut dari warangkanya dalam perjumpaan dua karakter budaya yang terpisah di benua berbeda. Dari sisi ini terbaca, meski orang Makassar meletakkan badik di arah depan dan juga berkarakter keras, tapi terhadap Aborigin, tak tercatat adanya prilaku kekerasan berdarah.

Momen keberadaan para pengarung samudra dari Makassar ke Australia,  masih merupakan perkiraan, karena sejarawan masih belum memiliki data valid tentang hal tersebut. Sumber yang berasal dari penulis Barat menunjukkan era perdagangan teripang dari Makassar telah dimulai sekitar tahun 1720. Pelayaran dari Makassar ke Australia, menurut beberapa penulis telah dimulai 300 tahun lebih awal (sekitar tahun 1400). Bukti dari penelitian Prof. Regina Ganter menunjukkan bahwa orang Makassar sudah ke Australia sejak masa Sultan Hasanuddin (1653-1669). Kapal-kapal Pinisi dari Makasar menguasai area perairan Teluk Carpentaria – Darwin.

Marege merupakan nama yang diberikan oleh nelayan Makassar untuk Pantai Utara,  Arnhem Land, Australia. Orang Makassar disebut sebagai Manggatara oleh Aborigin. Penyebutan seperti itu menunjukkan bahwa Makassar dan Aborigin, sudah saling mengenal dengan baik atau hubungan keduanya tak didahului oleh konflik apapun.  Selain menangkap teripang, orang Makassar juga membawa barang dagangan hingga ke selatan Australia.

Dengan menggunakan kapal Pinisi yang melegenda dengan kecanggihan teknologi terbaik hingga kini dan diakui sebagai warisan besar bangsa Indonesia. orang-orang Makassar melakukan perjalanan selama 6 bulan untuk bisa berangkat ke australia atau pun sebaliknya karena angin muson yang mendorong perahu mereka hanya bertiup setiap setengah tahun sekali.

Dalam satu kali perjalanan orang-orang Makassar bisa berjumlah seribu orang. Satu kali berlayar, ekspedisi membawa 30 hingga 60 kapal dengan jumlah penumpang setiap kapal mencapai 30 orang. Jumlah armada yang besar itu biasanya singgah sementara bersama-sama dengan penduduk pribumi sambil berniaga atau membangun komunitas.

Hasil dari pembangunan komunitas itu adalah diterimanya pengaruh-pengaruh orang Makassar oleh masyarakat Aborigin. contoh diterimanya pengaruh tersebut adalah banyak sekali warisan bagi masyarakat Australia, dalam bidang linguistik, beberapa kata dalam bahasa Makassar diserap menjadi bahasa pergaulan suku Aborigin. Bahkan beberapa nama tempat di Australia diambil dari nama nahkoda kapal yang pernah singgah di Australia seperti Lemba Peo, Lemba Mammo dan lain-lainnya.

Beberapa komunitas Yolngu Aborigin di Arnhem land, mengubah status perekonomian mereka dari berbasis darat menjadi berbasis laut, karena masuknya teknologi Makassar seperti kapal laut. Kapal yang mampu berlayar demikian jauh itu, tidak seperti perahu tradisional Yolngu yang hanya mampu berkeliling di pantai dangkal. Hal itu memungkinkan penangkapan dugong (ikan duyung) dan penyu di laut dalam. Akibat hubungan simbiosis mutualisme ini, beberapa pekerja Aborigin menemani orang Makassar kembali ke Sulawesi Selatan.

Orang Makassar dan Aborigin mengeratkan hubungan dengan membentuk kekerabatan melalui pernikahan dan juga satu keimanan dalam Islam. Dalam urusan pernikahan itu, Peter ”Daeng Makulle” Spillet, sejarawan legendaris Australia pernah mempertautkan keluarga Matjuwi Burarrwanga dengan keturunan terakhir Husein Daeng Rangka yakni Mansjur Muhayang di Makassar. Matjuwi,  tinggal di Galiwinku, Pulau Elcho. Ia merupakan  hasil pernikahan Aborigin dan Makassar. Di tanah Arnhem, Marege, orang Makassar berhubungan baik dengan suku Aborigin, menikah dan beranak pinak. Perpaduan Makassar-Aborigin berdasarkan keyakinan Islam kemudian membentuk komunitas Aborigin Muslim.

Orang Eropa pertama yang melihat daratan utama Australia, sekaligus menjadi orang Eropa pertama yang menjejakkan kaki di benua Australia adalah seorang mualim Belanda, Willem Janszoon. Dia melihat pantai Semenanjung Tanjung York pada tanggal yang tak diketahui pada awal tahun 1606, dan menjejakkan kakinya untuk kali pertama pada 26 Februari di Sungai Pennefather di pantai barat Tanjung York, dekat sebuat tempat yang kini menjadi kota Weipa. William Dampier, seorang penjelajah Inggris mendarat di pantai barat-laut Australia pada 1688 dan melakukannya lagi pada 1699 di tengah perjalanan pulangnya. Pada 1770, James Cook berlayar dan membuat peta di sepanjang pantai timur Australia, yang kemudian ia namai sebagai New South Wales dan diaku sebagai milik Britania. 

Lalu setelah kedatangan bangsa Eropa itu, muncul ide bahwa tanah yang mereka klaim itu dijadikan tempat pembuangan narapidana Eropa kelas kakap. Narapidana Inggris yang diangkut ke benua itu pada 26 Januari 1788. Awalnya sebanyak 1.500 bandit diangkut menggunakan 11 kapal tiba di Pelabuhan Sydney. Pengangkutan bandit baru berakhir pada 1868, dengan total bandit buangan mencapai 160.000 orang.

Ada banyak tokoh bandit narapidana kerajaan Inggris yang dibuang ke Australia ini. Mereka kemudian hidup menetap di Australia, hingga beranak pinak di buminya suku Aborigin, itu. Sebagian dari para bandit ada yang menjadi tokoh politik, penegak hukum, dan beberapa lagi menjadi pengusaha sukses. 

Para bandit yang terkenal di antaranya: Billy Blue (mendirikan sebuah jasa feri), James Blackburn (terkenal atas kontribusi terhadap arsitektur dan pembangunan sipil Australia), Francis Greenway (arsitek Australia terkenal), dan Daniel Herbert (membangun Jembatan Ross dan seorang pemahat berpengalaman).

Tokoh lain adalah Margaret Dawson ( Ibu pendiri First Fleeter, koloni eropa pertama di Australia), Mark Jeffrey (Penulis otobiografi terkenal), Simeon Lord (pedagang perintis dan hakim di Australia), John Boyle O'Reilly (tahanan kabur dan penulis terkenal; penulis The Moondyne), dan Isaac Nichols (pengusaha dan kepala kantor pos pertama).

Selain itu ada nama William Smith O'Brien, seorang revolusioner Irlandia terkenal yang dikirim ke Van Diemen's Land tahun 1849 setelah memimpin pemberontakan di Tipperary. Kemudian nama William Redfern (salah satu tahanan dokter bedah), Joseph Wild (penjelajah), dan paling terkenal adalah Mary Wade (tahanan wanita termuda, 11 tahun, yang memiliki 21 anak dan pada waktu kematiannya memiliki lebih dari 300 keturunan masih hidup).

Kemudian pada awal 1790-an, para pemukim bebas, imigran dari Eropa mulai berduyun-duyun datang ke Australia. Namun di sisi lain kehidupan para tahanan sangatlah berat. Waktu itu jumlah pria lima kali lipat jumlah wanita, dan kaum wanita selalu hidup dalam keadaan terancam eksploitasi seksual. 

Para laki-laki yang kembali melanggar hukum dicambuk dengan brutal, dan kejahatan kecil seperti mencuri dapat terkena hukuman gantung. Kaum Aborigin yang tergusur oleh pemukiman baru ini lebih menderita lagi. Mereka kehilangan tanah serta sakit dan kematian akibat penyakit yang dibawa orang asing.

Di masa penjelajahan dan bermukimnya bangsa Eropa, sekitar satu juta orang Aborigin telah tinggal sebagai pemburu dan pengumpul makanan. Mereka terbagi dalam 300 klan dan berbicara dalam 250 bahasa dan 700 dialek. Tapi orang-orang Aborigin ini berlahan-lahan tersingkir setelah kedatangan imigran dari berbagai penjuru dunia ini.

Puncak kedatangan imigran terjadi pada 1851, ketika demam emas berembus ke Eropa. Para imigran yang kembali ke Eropa menyebut Australia sebagai surga bagi para pendulang emas. Kabar itu tentu menarik ribuan koloni-koloni mereka, pria dan wanita muda yang berjiwa petualang akhirnya banyak yang datang ke sana.

Mereka juga diikuti berpuluh-puluh kapal pencari emas dari China, artis juga berduyun-duyun ke sana, termasuk pemilik bar, penjual alkohol gelap, wanita penghibur dan penipu dari segala penjuru dunia. Upaya gubernur Inggris untuk menegakkan ketertiban dengan cara kekerasan, akhirnya memicu pemberontakan berdarah anti-otoriter, dikenal dengan pemberontakan Eureka Stockade pada 1854.

Jadi bisa disimpulkan bahwa dalam perkembangannya Australia adalah sebuah tanah merdeka yang diakui kedaulatannya oleh bangsa-bangsa di sekitarnya sebelum kedatangan bangsa Eropa dengan ideologi imperialisme mereka.


Sumber:

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Diagram Bagian-Bagian Daging Sapi Bagian #1

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo