Suara Kita: Jangan Antar Mereka Ke Gerbang Kemakmuran!

[Photo credit]


Mungkin bagi sebagian orang bulan April tahun 2014 adalah tahun yang dianggap menentukan nasib mereka. Nasib untuk menjadi orang kaya atau tidak. Menjadi orang yang terkenal atau tercemar. Menjadi pejuang sosial atau penyandang masalah sosial. Bulan yang bagi beberapa orang juga menjadi bulan berdagang. Memperdagangkan 'suara' untuk memenangkan mereka-mereka yang ingin menjadi orang kaya.

Ya! Pemilu. Telah menghilangkan akal sehat beberapa kelompok orang. Yang sudi menangguk keuntungan dari nasib jutaan warga negara. Dari ribuan mereka yang menyandang status 'warga negara kelas 2'. Dari mereka yang membutuhkan infrastruktur untuk menunjang kinerja dan pekerjaan mereka. Mungkin itu adalah bisnis bagi mereka. Bisnis musiman 5 tahun sekali. Yang mereka anggap kesempatan langka.

Lalu mengapa dengan mereka? Adakah masalah dengan mereka? Penjual dan pembeli 'suara' itu? Jelas! Mereka menyandang permasalahan kejiwaan dan nurani. Hilang sudah akal sehat dan lenyaplah nurani mereka hanya untuk jutaan atau bahkan hanya ratusan ribu rupiah dari para pembeli suara. Bahkan ada yang menyalahkan mereka para pemilik suara. Menyalahkan mereka untuk sebuah kelangsungan rezim dan sistem feodal kolot dan tolol tak terkira.

Mengapa oh mengapa?! Dimanakah nalar mereka para cakil pembeli suara? Apa yang ada di benak mereka hingga gila mencari onggokan 'suara'?

Kembali lagi pada sebuah teori yang pernah dilontarkan oleh seorang pesohor. Sebuah teori tentang konspirasi kemakmuran. Sebuah angan semua manusia yang harus mereka raih walau itu pedih. Mereka berani membeli atau menyewa suara kita untuk mendukung pastinya mencapai sebuah tujuan memakmurkan dirinya, keluarga dan kroni-kroninya.

Lalu, apakah kita sebagai pemilik suara akan menyewakan suara kita untuk mendukung dan mengantar seseorang yang belum tentu memperjuangkan nasib kita? Mengantar mereka menjadi OKB dan memakmurkan kolega mereka hanya dengan Rp.20.000,- per tahun? Mengantar mereka menuju gerbang di mana akan menjadi batas antara jelata dengan penguasa?

TIDAK! Kita harus bersama-sama menyadarkan saudara kita yang saat ini dibuai mimpi-mimpi taburan puluhan ribu rupiah atas suara mereka yang sedang dipinang oleh cakil-cakil usil yang tak punya nurani.

UNTUK INDONESIA YANG LEBIH BAIK. MARI BERSAMA DENGAN TANPA KOMPROMI TOLAK POLITISI DAN CAKIL BUSUK.

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Diagram Bagian-Bagian Daging Sapi Bagian #1

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo