Jathilan: Kisah Heroik Kavaleri Berkuda

Perhelatan pesta HUT Kemerdekaan RI memang sudah selesai, dan semuanya kembali ke aktivitas seperti sediakala. Namun ada yang patut menjadi perhatian saat dihelat pesta HUT Kemerdekaan kemarin. Ya, pertunjukan untuk memeriahkan pesta tersebut layak mendapatkan perhatian khusus, betapa tidak, jika boleh dimasukkan ke catatan MURI, pertunjukan yang paling banyak digelar selama perayaan HUT RI (di wilayah Jawa Tengah) adalah Jathilan dan pertunjukan musik organ tunggal. Namun, jathilanlah yang menyedot perhatian banyak orang. Dari anak-anak hingga dewasa, dari yang muda hingga yang tua.

Jathilan adalah sebuah tarian drama yang menceritakan tentang pertempuran dua kelompok prajurit berkuda dan berenjatakan pedang. Tarian ini biasanya mengangkat cerita-cerita Babad Tanah Jawa seperti: Panji Asmarabangun, Aryo Penangsang, dan kisah lain dari era Majapahit. Dalam penampilannya penari menggunakan sebuah kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu (eblek) hingga sering disebut sebagai Jaran Eblek. Bak seorang fighter, penari beraksi sambil menunggang kuda tiruan tersebut dengan diiringi instrumen gamelan Jawa juga tetembangan yang bersifat heroism. Untuk lebih menghidupkan suasana ditampilkan juga beberapa tokoh lain yang diperankan oleh penari-penari bertopeng. Tokoh-tokoh bertopeng ini merupakan gambaran tokoh pengganggu seperti Buto, Rasekso (raksasa), Genderuwo, Barongan, dan tokoh penghibur/ pamomong yaitu Penthul dan Tembem.

Pada versi aslinya, pertunjukan dimulai dengan alunan gamelan yang mainkan para penabuh (wiyogo). Kemudian keluarlah para prajurit yang dipimpin senopati nya masing-masing. Adegan selanjutnya adalah tarian yang menggambarkan persiapan yang dilakukan sebelum perang kemudian dilanjutkan dengan adegan peperangan. Saat peperangan akan dimulai, keluarlah Buto, Rasekso, dan Barongan yang dimaksudkan sebagai gambaran makhluk pengganggu. Setelah beberapa saat satu per satu penari akan mengalami apa yang disebut trance atau kesurupan (kondisi tidak sadarkan diri tetapi tetap menari).

Disinilah pertunjukan mulai seru karna para penari yang kesurupan tersebut biasanya akan melakukan gerakan-gerakan akrobatik seperti, mengunyah beling, mengupas kelapa dengan gigi, bahkan tak jarang penari yang kesurupan ini meminta sesuatu yang aneh-aneh seperti kemenyan, kembang, daun-daun tertentu, meminta bertemu dengan orang tertentu, meminta air dari sumber tertentu dan sebagainya. Kalau permintaan mereka tidak dituruti, biasanya mereka akan berlari keluar arena untuk mencari sendiri apa yang diinginkannya. Saat para penari mulai kesurupan, munculah tokoh Penthul dan Tembem. Penthul dan Tembem ini
fungsinya sebagai pamomong para penari yang mulai kesurupan tersebut.

Dalam satu pertunjukan, kecuali para penari yang memiki jumlah tertentu tergantung cerita yang hendak disampaikan, maka ada instrumen pertunjukan lainnya, yaitu para penabuh gamelan, para perias, dan  tak boleh ketinggalan adalah keberadaan pawang yaitu sosok yang memiliki peran serta tanggungjawab mengendalikan jalannya pertunjukan dan menyembuhkan para penari yang kerasukan. Tatkala ndadi alias kerasukan, para penari jathilan mampu melakukan gerakan pun atraksi berbahaya yang tidak dapat dicerna oleh akal manusia, sebagai contoh adalah memakan dedaunan, menyantap kembang, bahkan juga mengunyah beling (pecahan kaca) .

Sebenarnya jathilan yang kini dipertunjukkan bukanlah pertunjukan "pure" atau murni dari jathilan itu sendiri, jathilan sudah mengalami metamorfosa, berubah menjadi tarian heroik yang universal. Jika dulu jathilan hanya berkostum seperti prajurit  keraton Mataram, kini jathilan berubah total. Sekarang pemainnya mengenakan kostum yang mereka sebut dengan "Dayakan", sebuah inovasi seni yang mengadopsi budaya-budaya dari suku bangsa lain, antara perkawinan budaya Indian (Native America) entah dari suku mana, Mohawk, Navajo, Apache atau lainnya dengan suku Dayak di Borneo dan juga unsur dari budaya Bali. Bahkan dengan menambahkan aksesoris rambut palsu a la glamrock jaman Ucok Harahap.

Jathilan kini semakin mantap, dengan instrumen tabuhan gamelan Jawa namun terkadang diselingi instrumen gagrak Bali, terkadang mengkolaborasikannya dengan kesenian modern seperti musik dangdut atau campusari menjadikan pertunjukan ini semakin kaya. Selain itu, unsur Barong dan Rangda, juga terkadang ada penambahan tarian topeng dengan karakter a la teater Kabuki. Namun akan lebih "nendang" jika unsur Dayak Borneo dimasukkan, koreografinya bisa menjadi lebih greget, pertunjukan Jathilan akan lebih kaya dengan menambahkan unsur tarian Mandau, sebuah tarian heroik dari suku Dayak atau tarian Enggang yang eksotis sebelum pertunjukan inti Jathilan dimulai. Selain itu mistisme dan eksotisme bunyi yang dihasilkan dari instrumen musik Dayak (Sampe atau Sape) akan menambah pertunjukan Jathilan semakin menarik. Selain itu juga akan memperkaya kesenian Jathilan itu sendiri.

Source:
http://www.dewabara.wordpress.com/seni-budaya/jathilan
http://ensiklo.com/2014/10/jathilan-seni-pertunjukan-yang-menyajikan-cerita-sejarah/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Estimasi Hasil Produk Pemotongan Ayam Broiler

Posisi Bercinta Paling Nikmat

Sejarah Desa Boja: Mataram Kuno hingga Jaman Wali Songo